Kamis, 21 April 2011

Teloransi Agama di Sekolah

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan (Arhipelago) namun, bukan satu-satunya negara kepulauan di dunia. Perbedaan Indonesia dengan negara kepulauan yang lainnya yaitu letak Indonesia yang berada pada posisi silang antara dua buah samudra dan dua buah benua. Ciri khas posisi Indonesia ini menyebabakan Indonesia disebut “Nusantara”. Nusantara adalah suatu negara kepulauan yang menduduki posisi silang dunia (Menanti, dan Pelly, 1994).

Dilihat dari faktor giografisnya ini, letak Indoensia yang sangat strategis menyebabkan Indonesia banyak menerima pengaruh dari luar. Nyatanya, lihat Candi Borobudur dan Candi Prambanan, yang merupakan pengaruh Hindu-Budha dari India dan Cina. Adanya dua buah candi ini yang bisa kita lihat sampai sekarang adalah peninggalan kerajaan yang menganut agama Hindu-Budha yakni Kerajaan Mataram Kuno (Candi Borobudur) yang mebuktikan bahwa pernah berkembangnya agama Hindu-Buhda di Indonesia.

Hal ini tidak lepas Indonesia yang terletak di dua pusat perdangan kuno yakni India dan Cina. Indonesia yang letaknya di tengah dua pusat perdangan itu mendapat pengaruh dari dua pedangan besar ini dan memiliki kebudayaan yang berbeda. Pada saat pedangan dalam perjalannnya mereka singgah di Indonesia untuk mencari barang dagangan dan menjual dagangan yang mereka bawa. Dalam proses jual beli ini terjadi juga akulturasi kebudayaan yang menyebabkab Indonesia terpengaruh kebudayaan mereka. Pengaruh kebudayaan dari India dan Cina itu Indonesia sendiri disebut kebuadayan Hindu-Budha (kebudayaan Hindu dari India dan Kebudayaan Budha dari Cina walaupun Budha awalanya dari India namun, perkembangannya di Cina).

Selain itu, Indonesai juga terpengaruh oleh pedangang dari Arab yang membawa Agama Islam ke Indonesia dan menyebabakan Indonesia sebagaian penduduknya memeluk beragama Islam sampai sekarang. Agama Islam mengantikan Agama Hindu yang sebelumnya berkembang di Indonesia khususnya di Jawa. Dan karena adanya pengaruh baru yakni pengaruh Islam, kebudayaan atau agama Hindu-Budha ini khususunya di Jawa tidak berkembang seperti di Bali. Perkembangan Agama Hindu hanya dapat berkembang di Bali yang bisa kita lihat sampai sekarang. Dengan kebudayaan Hindu Bali menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan baik lokal maupaun parawisatawan asing untuk mengunjungi Bali.

Indonesia memiliki tiga perananya diantaranya: georafis, geoekonomis, dan geopolitiknya yang tentunya mendorong (melatarbelakangi) bangsa-bangsa barat untuk datang ke Indonesia. Mereka mencari barang-barang yang mereka butuhkan di Eropa (pasar Eropa) di Asia Tenggara. Asia Tenggara memiliki barang-barang yang dibutuhkan mereka seperti bahan-bahan makanan, hasil tambang dan lain sebagainya.

Selain itu terjadinya Perang Salib yang mengkibatkan jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki Usmani pada tahun 1453. Perang Salib sendiri merupakan perang yang terjadi lebih dari 100 tahun dan dalam tujuh gelombang yang melibatkan negara-negara Eropa. Dengan jatuhnya pelabuhan Konstanstinopel ke tangan Turki yang notabene adalah negara Islam sehingga pelabuhan ini ditutup untuk para pedagang yang berasal dari Eropa. Hal ini jelas berdampak buruk terhadap bangsa-bangsa Eropa, karena barang-barang (khususnya rempah-rempah) yang dulunya mereka dapat dari pelabuhan Konstantinopel menjadi sulit mereka dapatkan, sehingga terpaksa harus mencari ke daerah asal dari rempah-rempah tersebut (salah satunya Indonesia).

Dengan 3 G (Gold, glory. gospel) membawa pengruh di Indonesia. Salah satu pengaruhnya yakni Agama Kristen yang tentunya dipengaruhi oleh bangsa barat dimana Agama Kristen berkembang di dunia Barat. Inilah beberapa penyebab multiagama di Indonesia. Yang artinya Indonesai terdapat beberapa agama atau kepercayaan yang berbeda. Dan di Indonesia sendiri menyakini adanya 5 agama yang ada di Negara Indoensia, yaitu Agama Hindu, Budha, Islam, Kristen, Katolik, dan kepercayaan yang lainya.

Furnivall (1949) dalam Menanti, dan Pelly (1994: 91) menyebutkan Indonesia sebagai sebuah Negara yang majemuk dimana, ciri-ciri utama masyarakat majemuk adalah orang yang hidup berdampingan secara fisik, tetapi karena perbedaan sosial budaya mereka terpisah dan tidak bergabung dalam satu unit politik. Karena adanya perbedaan ras, etnik, adat-iastiadat, bahasa daerah atau agama. Namun, pendapat itu tidak sesuai dengan keadaan Indonesia sekarang.

Masyarakat majemuk terkait dengan istilah “kebhinekaan” dan Indonesia sebagai masayarakat majemuk (pluaral) suatu realita, karena terdiri dari beragam etnis. Kemajemukan bangsa Indonesia ditandai pula oleh adanya berbagai bahasa daerah, adat-istiadat, agama/kepercayaan, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang berbeda-beda (Margi, 2009: 109). Keadaan seperti ini tidak lepas dari timbunya suatu konflik antar-etnis di Indonesia. Maka dari itu di perlukan suatu upaya untuk mencegah konfik di daerah yang terdiri berbagai etnis (agama atau kepercayaan). Maka dari itu perlunya suatu tindakan untuk menghindari konfik tersebut. Salah satunya dengan mengembangkan sikaf anti dikriminasi di sekolah maupun di penguruan tinggi (Margi, 2009).

Dari sini penulis mencoba mengkaji tentang bagaimana sikaf teloransi khususnya teloransi agama di sekolah. Dan dari itu sekolah yang kami pilih adalah SMA Negeri 1 Payangan yang terletak di Br. Penginyahan, Desa Puhu, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar, Bali. Dengan melakaukan wawancara dengan kepala sekolah dan guru agama di SMA Negeri 1 Payangan. Sekolah ini kami pilih, kerena letaknya di daerah pedesaan dan terdapat beberapa umat lain selain umat Hindu.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang dan judul di atas penulis mendapatkan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:

1.2.1 Apa yang dimaksud dengan toleransi agama di sekolah?

1.2.2 Bagaimana pandangan kepala dan guru agama SMA N. 1 Payangan tentang toleransi agama dan hal-hal yang terkait toleransi agama di sekolah?

1.2.3 Mengapa di sekolah perlu toleransi agama?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini sebagai berikut :

1.3.1 Untuk mengetahui toleransi agama di sekolah.

1.3.2 Untuk mengetahui pandangan kepala dan guru agama SMA N. 1 Payangan tentang toleransi agama dan hal-hal yang terkait dengan toleransi agama di sekolah.

1.3.3 Untuk mengetahui perlunya toleransi agama di sekolah.

1.4 Metode

Dalam penulisan makalah ini penulis menggunaklan beberapa teknik atau metode dalam mengumpulakan sumber. Tekniknya dapat dilihat sebagai berikut:

1.4.1 Teknik Wawancara Mendalam

Menurut Nasution (1982) teknik wawancara dilakukan untuk mendapatkan data-data yang spesifik dengan memasuki alam pikiran atau perasaan responden. Adapun teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara sistematis. Wawancara sistematis adalah wawancara yang dilakukan dengan terlebih dahulu pewawancara mempersiapkan pedoman tertulis tentang apa yang hendak ditanyakan kepada responden. Pedoman wawancara pada penelitian ini terlampir.

Informan yang telah ditetapkan diwawancarai memakai teknik wawancara mendalam. Agar wawancara mendalam dapat dilaksanakan secara terarah, maka disusun pedoman wawancara yang memuat pokok-pokok pikiran yang terkait dengan masalah yang dikaji. Dengan wawancara ini diharapkan bisa berlangsung fleksibel. Begitu pula informasi yang digali, tidak saja bertumpu pada mereka ucapkan, tetapi disertai pula dengan penggalian yang mendalam tentang pemaknaan mereka terhadap ucapan maupun perilaku mereka. Dengan demikian, melalui wawancara mendalam tergali aspek explicit knowledge yang melekat pada informan.

1.4.2 Teknik studi Dokumen

Metode studi dokumen merupakan teknik mengumpulkan data dengan cara membaca literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian. Sumber atau literatur tersebut berupa buku-buku, media cetak dan elektronik, dan sebagainya. Penulis mencari sumber-sumber tertulis ini pada instansi-instansi yang memiliki dan terkait dengan objek penelitian seperti di Perpustakaan Undiksha, Perpustakaan Daerah Kabupaten Buleleng, dan instansi-instansi lainnya yang memiliki dokumen-dokumen mengenai penulisan makalah ini.

Arikunto, berpendapat bahwa “metode studi dokumen” merupakan metode pengumpulan data mengenai hal-hal atau variable yang sama yang berupa catatan, buku, surat kabar, majalah dan lain-lain (1993: 188).

1.4.3 Observasi

Observasi merupakan suatu cara untuk memperoleh data dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan yang sistematis (Netra, 1977: 42). Metode observasi secara singkat adalah metode pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala atau fenomena yang ada pada obyek penelitian. Pengamatan yang dimaksud adalah pengamatan langsung ke tempat berlangsungnya suatu peristiwa atau tempat yang diteliti.

BAB II

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Keberagaman adalah ciri khas Indonesia. Indonesia, bukanlah negara yang tunggal artinya terdiri dari beragam suku, agama, ras dan golongan. Sehingga, sejatinya Indonesia adalah negara multikultur. Namun, keberagaman yang mestinya dirayakan dengan penuh rasa syukur ini, dalam sejarah perjalanan berbangsa, kerap menjadi persoalan. Perjumpaan antara yang berbeda, sering terjadi tidak secara akrab. Saling curiga yang berbuntut pada permusuhan dan konflik sering tak bisa dihindari. Maka, Indonesia membutuhkan etika bersama dalam memaknai keberagaman tersebut.

Pertemuan antarbudaya dalam globalisasi menjadi ancaman serius bagi peserta didik. Hal itu bisa berakibat kepada anak didik yang tidak memiliki karakter sehingga menjadi anak di sana tidak, di sini pun juga tidak. Karena itu, diperlukan pendidikan multikultur untuk mengembangkan kekuatan budaya bangsa guna menghadapi globalisasi. Hal ini membawa konsekuensi bahwa pendidikan multikultur menjadi penting. Tetapi, harus diakui, pendidikan multikultur memerlukan kajian yang mendalam mengenai konsep dan praksis pelaksanaannya.

2.1 Teloransi Agama di Sekolah

Toleransi berasal dari bahasa Latin; tolerare artinya menahan diri, bersikap sabar, membiarkan orang berpendapat lain, dan berhati lapang terhadap orang-orang yang memiliki pendapat berbeda. Sikap toleran tidak berarti membenarkan pandangan yang dibiarkan itu, tetapi mengakui kebebasan serta hak-hak asasi para penganutnya.

Menurut Suwena (42 tahun), kepala SMA N. 1 Payangan menyatakan hakekat atau defenisi “teloransi agama merupakan sikap, cerminan kehidupan beragama yang saling menghormati, menghargai, rukun hidup berdampingan agar tercipta susana aman, damai, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara walaupun berbeda agama”. Dalam berbangsa peran teloransi agama sangat penting. Karena “Indonesia pluralisitik dalam agama, suku, ras, dan budaya, bahasa, dll. Terutama agama yang syah ada lima haruslah hidup berdampinggan, rukun, harmonis dan pancasila sangat cocok sebagai idiologi negara yang menjamin kehidupan keagamaan di Indonesia”.

Sedangkan pandangan Karinata (32 tahun) kelahiran Gianyar 8 Desember 1958, guru agama di SMA N. 1 Payangan itu, tentang teloransi agama senada dengan yang diyatakan Sewena (Kepala sekolah N. 1 Payangan) yaitu teloransi agama adalah “hidup saling menghargai, dan saling menghormati antar pemeluk-pemeluk agama. Dan tentang peranan teloransi bagi kehidupan bangsa Indonesia juga sependapat dengan Sewena yang juga berpendapat penting. Namun, dengan pendapat yang berbeda, Karniata menyatakan “melalui teloransi agama dapat meningkatkan kerukunan dan ketentraman bagi kehidupan bangsa Indonesia”.

Sikaf saling menghormati, menghargai, hidup rukun dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berbeda agama inilah yang dikembangkan di sekolah dan dapat disebut teloransi agama di sekolah. Sikaf ini dapat dilakukan oleh seluruh orang yang ada di sekolah tersebut.

2.2 Toleransi Agama di Sekolah: Pendapat Kepala dan guru agama di SMA Negeri 1 Payangan

2.2.1 Pendapat Kepala SMA Negeri 1 Payangan

Menurut Suwena (42 tahun), kepala SMA N. 1 Payangan menyatakan hakekat atau defenisi “teloransi agama meruapakn sikap, cerminan kehidupan beragama yang saling menghormati, menghargai, rukun hidup berdampingan agar tercipta susana aman, damai, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara walaupun berbeda agama”. Dalam berbangsa peran teloransi agama sangat penting. Karena “Indonesia pluralisitik dalam agama, suku, ras, dan budaya, bahasa, dll, terutama agama yang syah ada lima haruslah hidup berdampinggan, rukun, harmonis dan pancasila sangat cocok sebagai idiologi negara yang menjamin kehidupan keagamaan di Indonesia”.

Di SMA N. 1 Payangan merancangkan kegiatan pengembangan teloransi beragama. Namun, dirasakan kurang, karena “di sekolah kami dominan beragama Hindu dan hanya 2 (dua) orang siswa dan guru Islam dan satu orang agama Nasrani, sehingga kelihatanya mereka biasa-biasa saja dan merasa nyaman di sekolah kami sebagai keluarga besar. Permasalahan tentang agama juga tidak ada, semua belajar baik, aman, dan damai” kata (Sewena). Seperti pemaparan kepala sekolah yang sekolahnya dominan beragama Hindu jadi disekolahnya hanya terdapat Prahyangan (tempat suci dan tempat umat hindu semabahyang) sedangkan bagi orang yang non Hindu meraka sembahnyang di tempat lain sesuai dengan kepercayaannya.

Selain peranan guru dalam teloransi agama di sekolah terhadap siswa atau perserta didiknya, mereka juga dapat menabah pengetahuan tentang teloransi agama salah satu tempatnya di perpustakaan sekolah. Namun, menurut Sewena di perpustakaan sekolahnya terdapat buku-buku tentang agama tetapi kurang lengkap. Hal ini disebabakan kekuarangan biaya dan lebih mengutamakan buku-buku yang terkait dengan materi pembelajaran ilmu pengetahauan, pemngtahuan praktis, kerampilan, dll. Disinilah peranan guru agama dalam memberikan pengetahuan lebih tentang teloransi agama. Dimana, menurut pengamatan kepala sekolah terhadap guru agama di sekolahnya yang mengajarkan tentang teloransi agama mengajarkan dengan baik. Karena merupakan suatu keharusan dan tuntutan pendidikan dan pentingnya menanamkan sikap toleransi beragama guna menciptakan kehidupan beragama yang selaras, serasi, seimbang dan harmonis demi kesatuan, persatuan dan keutuhan bangsa dan negara.

Sikap toleransi agama dapat terlihat “akrab” baik antara guru dan guru baik di sekolah maupun di luar sekolah. Kaerana “di sekolah kami menciptakan suasan kekeluaragaan, kebersamaan, walaupun kita berbeda (plural) karena kita sadar sebagai sebuah keluarga besar yang hidup bersama saling menghormati, menghargai antar sesama. Hal seperti itu juga terdapat pada siswa kami karena guru menanamkan sikap saling menghargai, ras kekeluargaan, persaaamaan dan persaudaraan yang mendalam. Sikap teloran sering kami lakukan seperti sering meminta bantuan dalam menghadapi masalah dan menanyakan pada agama yang berbeda agar tidak terjadi suatu kesalahpahaman” kata Suwena.

Sikap toleransi agama juga dapat dilihat dari pengucapan selamat hari raya dan salam. Mislnya hari raya (Idul fitri, Nyepi, Wisak, dan Natal) menjadi kebiasaaan di sekolah dan untuk salam seperti “Om Swastiastu” dengan umat yang berbeda agama sering kami lakukan agar bisa ditiru oleh bawahan dan siswa-siswa kami. Dan misalnya ada orang yang mintak tolong namun, orang itu berlainan agama yang kebetulan membutuhkan bantusan saya “bersedia menolong”. Kerena merupakan “kewajiban” kita sebagai umat untuk menolong sesama. Dan sebagai tugas melayani dan yadya yang harus dilakukan selama hayat dikandung badan “kata Sewena, kepala sekolah negeri 1 Payangan.

Suatu daerah tentunya ada yang berlaian agama. Tak perlu dipungkiri suka sama suka terjadi diantara manusia yang berlaianan agama itu. Pendapat Sewena sendiri “setuju” tentang perkawinan antaragama. Karena kedua belah pihak setuju, tanpa masalah, adanya rasa saling mencintsai, menyaangi, cinta kasih, dll. Tanpa paksa tersebut kita semua sama sebagai insan ciptaan tuhan.

“Sekolah ini adalah mayoritas beragama Hindu, tentang perlakuan kami terhadap penganut agama yang nimoritas, kami memperlakukan secara “biasa-biasa saja”. Karena mereka sudah merasa aman, nyaman disekolah kami. Kami dan beda agama bukan sebagai masalah, melainkan untuk upaya memperkaya budaya bangsa. Hal ini dapat dilihat dari komite yang sering mengusulkan suatu kegiatan yang terkait dengan toleransi agama. Karena pentingnya menciptakan teloransi beragama di sekolah agar terbentuk sikap moral bangsa yang Pancasilais sejati. Dan Dinas Pendidikan juga sering meyarankan agar sekolah mengembangkan teloransi agama” kata Sewena dan alasananya sebagai berikut:

- Ingin menciptakan hubungan antar agama yang harmonis;

- Untuk menciptakan suasana keagamaan yang kondusif;

- Agar masyarakat sekolah aman, serasi, selaras;

- Menunjukan bahwa Bali yang mayoritas agama Hindu tetap memberiakan tempat dan menghargai pemeluk agama non-Hindu.

Selain itu Dapartemen Agama Kabupaten/Provinsi “pernah” meminta (kerja sama) dengan sekolah kami guna membangun teloransi. Alasanya sebagai berikut:

- Sangat penting menanamkan hidup bersama atas susasana toleransi beragama.

- Ingin memberikan penyuluhan agama dan sosialisasi tentang teloransi beagama di Indonesia.

Tentang “pencitraan (stereotip) penganut agama non-Hindu baik guru maupun siswa di sekolah kami” kata Sewena dan alasanya sebagai berikut:

a. Streotip orang beragamna Kristen

“Baik dan mereka dapat hidup rukun, aman, nyaman di sekolah kami sebagai keluarga”.

b. Streotip orang beragama Katolik

(Sewena tidak berkomentar)

c. Streotip orang beragama Budha

(Sewena tidak berkomentar)

d. Streotip orang beragama Hindu

“Sangat baik, mereka dapat menghargai/menghormati pemeluk agama lain walaupun nimoritas. Karena kita saodara, “kita semua saodara” yang saling menghormati satu dengan yang lainnya tanpa paksaan. Ini tercermin dalam kehidupan masyarakat Hindu Bali yang santun”.

Dan “saran guna meningkatkan teloransi agama di sekolah kami” sebagai berikut:

a. Perlunya sosialisasi ke sekolah oleh lembaga-lembaga keagamaan yang ada di Indoensaia, guna meyarankan persefsi, visi, dan misi, sehingga tidak terjadi konflik, mudah terhasut, dll, yang menimbulkan pertentangan umat beragama.

b. Perlunya pelaksaaan acara-acara keagamaan yang saling menimbulkan antar agama, yang mungkin di sponsori oleh lembaga agama terkait.

2.2.2 Pandangan Guru Agama SMA Negeri 1 Payangan

Pandangan Karinata (32 tahun) yang lahir Gianyar 8 Desember 1958, guru agama di SMA 1 Payangan ini, tentang teloransi agama senada dengan yang dinyatakan Sewena (kepala sekolah negeri 1 Payangan) yaitu teloransi agama adalah “hidup saling menghargai, dan saling menghormati antar pemeluk-pemeluk agama”. Dan tentang peranan teloransi bagi kehidupan bangsa Indonesia juga sependapat dengan Sewena yang juga berpendapat “penting”. Namun, dengan alasan yang berbeda, Karniata menyatakan “melalui teloransi agama dapat meningkatkan kerukunan dan ketentraman bagi kehidupan bangsa Indonesia”.

Pengemabangan toleran agama di sekolah kami memberikan peluang pengembangan toleransi agama secara “baik”. Karena “faktanya sekolah memberikan kebebasan setiap pemeluk agama untuk melakukan ibadah dan kegiatan keagaamaan menurut agamanya masing-masing”. Dan “saya sebagai guru pendidikan agama yang mengajarkan agama di ruang kelas “sering” menyampamikan pentingnya teloransi bagi kehidupan bangsa Indonesia yang bercorak multiagama. Hal yang saya sring tekankan dalam kaitanya dengan toleransi agama dan akibat dari toleransi sebagai berikut:

- Harga menghargai;

- Hormat menghormati

- Kerukunan dan ketentraman;

- Rasa aman dan damai”.

Dalam buku pelajaran yang saya gunakan sebagai buku pegangan mengajar agama dan masalah teloransi “sering disinggung”. Dengan toleransi melalui ajaran “Tatwamasi, Ahimsa, Trikaya Parisudha dll, kita tingkatkan ketertiban dan perdamaian masyarakat, bangsa maupun dunia” ujar Karinata. Karinata juga menyatakan agama Hindu sudah memuat ajaran teloransi contohnya :

- Tatwamasi

- Ahimasa

- “Gumawe Sukaning Wonglen”

- Trikaya Parisudha

- Dll.

“Pergaulan saya dengan teman yang berlainan agama baik di sekolah maupun di luar sekolah “akrab”. Karena pemeluk agama yang berbeda mengucapkan selamat hari raya, untuk menimbulkan rasa aman dan damai. Dan hal ini juga terlihat diintraksi murid yang berbeda agama di sekolah kami. Dimana saya juga sering memberikan contoh tentang toleransi agama kepada murid dalam pergaulan sehari-hari. Karena toleransi sangat penting untuk kerukunan umat manusia” kata Karinata.

Dan “jika saya mengalami kesulitan “sering meminta bantuan” pada teman yang berbeda agama. Karena kebetulan ia dekat dan rajin menolong, dan saya juga “sering” menanyakan hal-hal tertentu pada guru agama yang lain guna menambah pemahaman, saling pengertian akan agama orang lain dan saya perlu tahu perbandingan agama” ujar guru agama Hindu sekolah negeri 1 Payangan. Hal yang serupa juga “sering” saya lakukan. Misalnya mengucapakan selamta pada hari raya besar. Karena “sebagai umat manusaia sangat perlu saling mengharggai, dan saling menghormati”. Dan “salam “Om Swasti Astu” juga “sering” saya ucapkan ketika berjumpa dengan teman di sekolah untuk pertama kalinya. Karena perlunya keterbukaan dalam toleransi beragama”.

Saling tolong menolong sangat perlu dilakukan manusia dengan sesamanya. Jika “saya diajak menolong orang lain yang berbeda agama yang kebetulan membutuhkan bantuan, “saya bersedia menolong” ”. Dengan singkat Karinata mengatakan “setiap umat manusia wajib tolong menolong”.

Saya sebagai guru agama Hindu sikap terhadap teman dan siswi yang beragama non-Hindu yang termasuk nimoritas saya “memperlakukan dengan “baik” karena setiap alam dan isinya apalagi umat manusia harus diperlakukan baik”. Hal ini tidak sependapat dengan kepala sekolah yang memperlakukan orang yang non-hindu dengan “bisa-bisa saja”. Tentang perkawinan antaragama Karinata dan Sewena nampaknya sepedapat, dan Kerinata sedikit menambahkan bahwa “perkawinan adalah cinta sama cinta”. Jadi perkawinan sah-sah saja karena perkawinan adalah suka sama suka walaupun berbeda agama.

Kemudian tentang streotip (keyakinan tentang sifat keperibadian atau perilaku kelompok lain yang berbeda agama dengan agama yang kita anut), Karinata tidak berpendapat banyak hanya mangatakan “baik” setiap steriotip orang beragama Islam, Kristen, Katolik, dan Budha.

Dan sarannya guna menikatkan toleransi agama di sekolah, Karinata menyarankan “setiap orang sebaiknya mempunyai pandangan yang baik terhadap teloransi agama, karena dengan teloransi akan menimbukan rasa aman, tentram, damai, masing-masing, yang memungkinkan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abdi dan keadilan sosial”.

2.3 Perlunya Teloransi Agama di Sekolah

Kita hidup dalam negara yang penuh keragaman, baik dari suku, agama, maupun budaya. Untuk hidup damai dan berdampingan, tentu dibutuhkan toleransi satu sama lain.
Rasa toleransi ini perlu ditanamkan pada anak-anak anda sedini mungkin. Lebih cepat diajarkan bertoleransi lebih baik bagi perkembangan jiwa anak-anak. Saat anak mulai bergaul dengan teman-temannya, dia akan mulai merasakan perbedaan. Jika tidak diajarkan bertoleransi, nantinya dia bisa berkonflik dengan teman-temannya karena perbedaan.

Anak dapat diperkenalkan konsep tentang toleransi sejak dini, yaitu pada sekitar usia 4 (empat) tahun. Sebelum mencapai usia tersebut, bukan berarti anak tidak akan sama sekali menyerap berbagai contoh atau mengetahui nilai-nilai toleransi tersebut. Sejak usia 1 (satu) tahun, alam bawah sadar anak dapat menyerap contoh yang dilakukan oleh orangtua dan orang-orang di sekelilingnya. Namun, pada usia 2 (dua tahun), sebagian besar anak masih cenderung memiliki sifat egosentris. Artinya, anak menganggap bahwa dirinya adalah segalanya, yang membuat mereka sulit berbagi atau belum bersedia bermain dengan orang lain. Di sinilah peran penting orangtua dalam menanamkan nilai toleransi kepada anaknya, terutama menstimulasi anak agar dia siap menerima keberadaan orang lain. Secara bersamaan, juga menanamkan karakter toleran terhadap orang lain yang berbeda dari dirinya.

Banyak orangtua yang hidup dalam komunitas yang beragama dan memiliki teman-teman yang memiliki perbedaan asal-usul, jenis kelamin, agama, dan sebagainya. Mengajarkan toleransi pada anak-anak sebaiknya dimulai dari sikap orangtua yang menghargai perbedaan-perbedaan itu dengan baik, yaitu dengan menjadi diri mereka sendiri, tanpa sikap yang dibuat-buat.

Lingkungan rumah dan sekolah memegang peranan penting dalam mengembangkan toleransi beragama. Jika lingkungan rumah atau sekolah yang ditemui anak bersifat heterogen, anak dapat memahami perbedaan agama dan kebiasaan yang dilakukan masing-masing agama. Pasalnya, anak-anak biasanya belajar dari apa yang dilihat dan didengar dari orangtua dan orang-orang di sekitarnya. Perilaku orangtua yang menghargai sesama akan dicontoh anaknya, karena orangtua yang sering memperlihatkan sikap toleransinya setiap hari akan memberikan pengaruh yang besar terhadap anak sehingga anak akan lebih menghargai tentang perbedaan juga.

Anak-anak di masa depan dihadapkan dengan era globalisasi yang mengharuskan mereka berhadapan dengan orang-orang yang memiliki latar belakang berbeda, sehingga pemahaman keragaman merupakan hal penting bagi masa depan anak-anak. Dan, kelak jarak antarnegara dan benua sudah semakin dekat berkat kemajuan teknologi. Berbicara bersama mengenai toleransi dan memberi contoh perilaku akan membantu anak menghargai arti dari perbedaan. Berilah kesempatan kepada anak untuk bermain dan bekerja sama dengan teman-temannya yang lain.

Ada empat cara bagaimana mengajarkan toleransi pada buah hati sebagai berikut: (1) perkenalkan keragaman, anda bisa mulai dengan memberi pengertian bahwa ada beragam suku, agama, dan budaya. Beri tahukan pada buah hati meskipun orang lain memiliki agama atau suku yang berbeda, manusia sebenarnya sama dan tidak boleh dibeda-bedakan; (2) perbedaan bukan untuk menimbulkan kebencian, ajarkan pada buah hati bahwa perbedaan yang ada, jangan disikapi dengan kebencian, karena kebencian akan membuat sedih dan menyakiti hati orang lain; (3) memberi contoh, jangan hanya memberi tahunya lewat kata-kata, tetapi juga contoh nyata. Jika bertemu seseorang menggunakan simbol agama yang cukup ekstrem atau seseorang yang memiliki warna kulit berbeda, jangan memandangnya dengan penuh keanehan, apalagi mengatakan sesuatu bernada kebencian dan ledekan; (4) bertoleransi untuk kedamaian, memberikan sikap toleransi itu sangat dibutuhkan. Jika tidak ada sikap toleransi, banyak orang yang akan bermusuhan dan saling membenci (okezone.com) www.suaramedia.com).

Untuk mengurangi terjadinya diskriminasi dalam hidup di masyarakat majemuk sangat perlu peserta didik diajarakan toleransi agama. Salah satunya yaitu di sekolah baik sekolah swasta maupun negeri. Karena pada masa anak dalam sekolah ini pada masanya anak tersebut mengtahui dan ingintahu tentang yang ada dalam kehidupannya. Pemahamannya tentang hidup dengan sesama manusia harus dikembangakan melalui pendidikan yaitu dengan toleransi agama. Agar tidak terjadinya suatu konfik dalam masyarakat khususnya di masyarakat yang multikultur tentunya.

Sosialisai tentang multiultur merupakan suatu strategi untuk mengembangkan sikap anti diskriminasi etnis. Kegiatan sosialisasi dapat dilakukan melalui dunia pendidikan (formal). Dunia adalah pintu masuk yang potensial dalam pengenalan multikultur. Karena pendidik merupakan sistem pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dari generasi ke generasi berikutnya dalam masyarakat. Dengan kata lain di dunia pendidikan diperlukan penanaman nilai-nilai yang dapat dilakukan dengan ceramah, dialog dengan contoh prilaku yang baik atau teladan. Dengan begitu generasi muda individu/kelompok dapat mengenal serta menghayati kebudayaan masyarakat, kebudayaanya sendiri dan kebudayaan orang/ kelompok lain (Margi, 2009).

Adapun upaya yang dapat dilakukan tentang toleransi atau pengembangkan sikap anti diskriminasi di sekolah sebagai berikut:

1. Guru selayaknya memahami tentang multikultur dan sikat anti diskriminasi.

2. Guru sepatutnya mempuyai kepekaan yang tinggi terhadap gejala-gejala yang terjadinya diskriminasi etnis, baik dikelas maupun di luar kelas, besar atau kecil dan apapun bentuknya tanpa menyingung kelompok etnis tertentu.

3. Memberiakan sangsi dan penghargaan bagi yang telah mengemabangkan sikat anti diskriminasi (Margi, 2009).

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Indonesia merupakan bangsa majemuk yang artinya masyarakat yang di dalamnya ada beragama etnis, agama/kepercayaaan, suku bangsa, ras dan sebagainya. Maka dari itu perlu suatu sikap saling menghargai, dan menghormati yang tercermin dalam toleransi. Dikaitkan dengan bangsa Indonesia yang multikultur atau multi agama sangat diperlukan sikap toleransi agama. Teloransi agama merupakan sikap saling menghormati, mengharagai, dan rukun, tercipta suasana aman, damai, dll hidup dalam masyarakat multiagama.

Pengembangan sikap toleransi dapat dilakukan sejak dini. Baik di keluarga, sekolah dan masyarakat. Di keluarga si anak mungkin sedikit mendapat penekanan tentang teloransi agama hal ini disebabkan beberapa faktor salah satunya orangtua jarang yang mengetahui tentang toleransi agama. Maka pengembangan sikap toleransi agama sangat cocok dikembangkan di lembaga-lembaga salah satunya di sekolah baik sekolah dasar, menengah ke atas dan sebagainya.

Salah satu pengemabangan sikap toleransi agama sangat cocok dikembangkan di SMA karena pada masa ini anak didik sudah mengetahaui bagaimana ia harus bergaul dengan sesama temannya yang berlain agama. Peranan kepala sekolah dan khususnya guru agama di sekolah sangat penting dalam pengembangan sikap toleransi agama ini. Agara masyarakat Indonesia yang majemuk, multikutur, multiagama dapat hidup sesuai dengan yang ajaran toleransi. Dan untuk menghidari terjadinya suatu konflik di masyarakat.

Hal yang dapat dilakukan terkait dengan toleransi agama dapat ditempuh dengan bebagai cara yang dapat dilakukan di sekolah tergantung dari keperluan, kemapuan dan kesesuaian.

3.2 Saran

Untuk pelajaran tetang teloransi agama khususnya di sekolah atau kelembagaan perlu dikembangkan. Karena kita menyadari ada sesama manusia yang memiliki etnis, ras, suku bangsa, agama/kerpecayaan yang berbeda-beda. Hendakanya toleransi sebagai pola berpikir dalam hidup di dalam masyarakat majemuk.

DAPTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi revisi II. Cetakan Kesembilang. Jakarta: Rineka Cipta.

Netra, Ida Bagus. 1977. Penuntun Penyusunan Skripsi. Biro Penerbitan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Udayana Singaraja.

Nasution. 1982. Metodelogi Research. Edisi I. Bandung: Jemmars.

Margi, I Ketut. 2009. “Dari Etnosentrisme Menuju Protonasionalisme: Upaya Mengembangkan Sikap Anti Diskriminasi Etnis Pada Masyarakat Multikulturral Melalui Pendidikan di Sekolah/Perguruan Tinggi”. Dalam Jurnal Sejarah Candra Sangkala Edisi Khusus Purnabakti. Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Pendidikan Ganesha Singgaraja.

Menanti, Asih dan Pelly, Usaman. 1994. Teori-teori Sosial Budaya. Depdikbud.

DAFTAR NAMA INFORMAN

1. Nama : I Wayan Suwena, S. Pd

TTL : Ubud, 21 Mei 1962

Agama : Hindu

Pendidikan terkahir : S1. Pkn

Pekerjaan : Kepala Sekolah SMA N. 1 Payangan

Alamat : Br. Kutuh Kelod, Ubud, Gianyar

No. telp./HP : 081805670752

2. Nama : Drs. I Ketut Karinata

TTL : Gianyar, 08 Desember 1958

Agama : Hindu

Pendidikan terkahir : S1.

Pekerjaan : Guru Agama SMA N. 1 Payangan

Alamat : Payangan, Gianyar

No. telp./HP : 081338643145